Tiba saat dimana banyak pertanyaan, Hiro SD di mana? tentu saya lugas menjawab Hiro sekolah daftar di Jawa tapi belajarnya di sini. sebagian akan langsung memahami kalo kami mengambil sekolah jarak jauh yang pembelajarannya online. Tak ada yang salah dengan anggapan itu, meski sebenarnya tidak sesederhana itu.
Belajar bermakna lewat kegiatan bermain |
Kami mendaftarkan anak ke PKBM namun tidak serta merta menitipkan anak 100% ke PKBM atau ke kelas-kelas online. PKBM yang kami pilih memberikan kebebasan kepada orang tua untuk menjadi fasilitator sepenuhnya bagia anak, tidak ada kelas formal dari PKBM hanya kegiatan ekskul yang dibina bersama komunitas para orang tua homeschooler. Justru alasan kami HS karena ingin mengajak anak belajar lebih banyak lewat praktik kecakapan hidup dalam keseharian dan memanfaatkan potensi alam sekitar sehingga mereka mengenal dan mampu menjalankan perannya sesuai syariat agama yang kami anut. Jeneponto yang terbentang dari pesisir hingga kaki gunung Lompobattang; adalah ruang belajar yang tak akan habis kami eksplorasi.
Ada banyak alasan lain yang juga manjadi alasan kami memilih pendidikan rumah. Satu persatu kami coba ceritakan di sini.
Kenapa Memilih HS?
Keputusan kami memilih HS sebenarnya telah kami pikirkan matang-matang sejak kakak mulai masuk sekolah formal di usianya 4 tahun. Kami menyadari ternyata masih banyak bekal yang belum kami berikan kepada anak sebelum terjun ke dunia sekolah dimana ia secara mandiri harus membuat keputusan terhadap sikap yang akan dilakukannya saat berhadapan dengan beragam situasi. Memang benar anak akan mendapatkan belajar sepanjang hayat lewat interaksi di luar rumah, namun memberikan iman dan imun yang kuat kepada anak sebagai bekal ia berkehidupan di luar rumah juga adalah tahapan yang tidak boleh di skip bukan?
Kami cukup puas ketika ia memilih mengantongi sampahnya saat makan bersama di kelas, kebiasaan kami mengelola sampah di rumah sudah tertanam pada diri kakak. Namun tentu saja, balita ini menghadapi banyak tantangan lain di sekolah yang tidak mudah baginya. Kompleksitas masalah ini menyadarkan kami bahwa anak membutuhkan banyak peran orang dewasa di sekitarnya untuk dapat tumbuh optimal.
Fakta bahwa kami tidak bisa begitu saja tenang melambaikan tangan saat mengantarkan anak bersekolah dan menyerahkan 100% pendidikan anak ke sekolah, bukan karena sekolah tidak cukup baik dalam mendidik anak namun bukankah tugas dan peran kita sebagai orang tua akan kita bawa sepanjang hayat? pendidikan anak akan optimal jika peran sekolah dan orang tua berjalan semestinya. Tdak menutup kemungkinan kelak kami akan mengirim anak ke lembaga pendidikan, namun untuk saat ini kami ingin mengambil peran secara utuh dalam pendidikan dasar anak kami.
Belajar di mana saja kapan saja |
Keputusan HS muncul setelah berbagai tantangan yang kami hadapi dalam mendidik anak bermunculan. Kami melakukan evaluasi bagian mana saja yang belum kami upayakan dan bagaimana cara mewujudkannya. Hasil bertukar pikiran bapak dan ibu sembari menyelisik kelebihan dan kekurangan anak, kami akhirnya memutuskan untuk memilih pendidikan berbasis rumah.
Kami ingin serius mengambil peran menjadi pendidik utama yang memegang kendali penuh pendidikan anak dari hulu hingga hilir.
“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan adab yang baik” HR. Al. Hakim 7679
Visi Misi Pendidikan Rumah
Pendidikan merupakan proses panjang yang hasilnya mungkin tidak dapat kita lihat seketika. Proses pembelajaran yang berakhir dengan kertas ujian tidak dapat menjawab pemahaman anak secara menyeluruh. Mata pelajaran yang diajarkan secara tematik dan perkembangan kurikulum yang menuntut integrasi semua mata pelajaran tentu tidak dapat dijawab melalui beberapa pertanyaan dalam selembar kertas.
Perlu adanya pengamalan ilmu yang telah didapat dalam kehidupan sehari-hari agar pengetahuan dapat diajarkan secara menyeluruh, penuh kesadaran dan pemaknaan dalam hidup anak. Mengintegrasikan proses belajar dengan kegiatan sehari-hari juga menjadi salah satu kunci anak belajar secara konstektual. Contohnya ketika anak menemami ibu ke bengkel: ibu berperan sebagai role model bagaimana bentu komunikasi yang baik diantara orang dewasa. Sekilas anak mengamati bagian partisi kendaraan, kita tak pernah tau mungkin saja momen ini bs mengispirasi mereka hal besar? adek yang baru getol belajar membaca, membaca semua tulisan yang temui di bengkel saat itu
Menemani ibuk ke bengkel, anak dapat belajar banyak hal. |
Belum lagi tantangan zaman yang sangat dinamis. Kami harus mengakui bahwa soft skill juga sama pentingnya dengan kemampuan akademik anak. Perkembangan zaman akan menuntut manusia untuk terus berkembang dan Allah yang maha kuasa menciptakan manusia dengan sempurna juga telah membekali hambanya dengan neuroplasticity untuk dapat terus adaptif dengan kebutuhan lingkungan. Kami tidak mengkhawatirkan masa depan mereka dan menilainya hanya lewat lembar ujian diatas kertas. Saya pribadi merasakan sendiri, kemampuan beradaptasi dengan kebutuhan zaman dan soft skill dapat membantu kami bertahan hidup.
“Since we have no idea how the world and the job market will look in 2050, we don’t really know what particular skills people will need.” (Yuval Noah Harari, “21 Lessons for 21st Century”)
Jadi apa bekal terpenting yang perlu anak miliki?
Ditengah gempuran modernisasi kami ingin anak dapat menjalani kehidupan dan melaksanakan agama dengan baik, membedakan yang haq dan bathil, membuat pilihan-pilihan hidup secara tepat, dengan ilmu.
Kami ingin mendampingi mereka belajar banyak hal termasuk; belajar mengenal diri (learn to be), belajar menambah pengetahuan/wawasan (learn to know), belajar keterampilan (learn to do), belajar hidup bersama (learn to live together).
Dasar Pendidikan Rumah bagi Keluarga Muslim
Kami cukup gembira menyambut Kurikulum Merdeka yang digaungkan mas menteri. Dimana setiap guru dapat mendesain pembelajaran secara kontekstual dengan kebutuhan dan tantangan lingkungan di sekitar siswa (Geografi banget 😅ðŸ¤). Filosofi dari kurikulum Merdeka ini yang kemudian juga menjadi pijakan kami dalam memutuskan HS. Melihat kebutuhan dan karakter anak kami yang berbeda, kami ingin berusaha menyusun kurikulum personal yang cocok bagi keduanya namun tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam keluarga.
Dua tahun terakhir saya kerap kali mengikuti kelas-kelas Charlotte Mason, Montessori, Fitrah Based Education dan saya menemukan satu irisan besar diantara ketiganya, bahkan Kurikulum Merdeka sejatinya juga memiliki esensi yang sama dengan ketiganya.
Secara intens kami juga membekali diri dengan mengikuti kelas-kelas coaching HS dan membaca buku-buku karya para homeschooler. Mencoba memahami serba serbi HS dan bagaimana mereka menjalankannya. Yang menjadikan HS mudah kami terima karena dalam penerapannya: HS sangat tergantung pada kekuatan orang tua sebagai jalan utama.
Kekuatan disini memiliki makna luas, kekuatan dapat berarti kemampuan apa saja yang dimiliki orang tua, kelebihan/soft skill yang dikuasai termasuk bagaimana kekuatan finansial keluarga dapat mendukung pendidikan anak.
Ibu DK. Wardhani dalam bukunya “ Homeschooling Rekam Jejak Pendidikan Rumah” menuliskan bahwa Setiap keluarga akan merangkai kisah dan menemukan jalannya masing masing. Menurut beliau budi luhur karakter yang kuat, kecintaan menuntut ilmu dan berkarya menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan rumah. Ibuk DK. memutuskan HS sebagai ikhtiar memilih jalan yang diridhai allah. Menguatkan pendidikan karakter sebagai modal utama pembangunan bangsa yang masih menjadi PR kita bersama dan beliau ingin memulainya dengan terjun langsung pada pendidikan anak kembarnya.
“Langitkan doa, minta allah memperbaiki urusan kita dengan doa. Pendidikan rumah tidak akan pernah selesai karena kita akan terus menyandang gelar orang tua hingga akhir hayat.” DK. Wardhani
Saya ingat betul perasaan hangat yang saya rasakan ketika ibuk juga curhat sekaligus memberikan saran ketika harus menjalani hari-hari yang berat ketika membersamai anak “Langitkan doa, gelar sejadah, berkeluh kesah kepada sang khalik”
Kisah homeschooler lainnya yang menginspirasi kami adalah keluarga The Argantas. Saya tetegun dengan konsep belajar bolang dan balang yang tidak pernah meninggalkan Al-quran dalam setiap proyek yang mereka kerjakan. Menjadikan Al-quran sebagai sumber belajar memadukan seni dan sains sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Sejalan dengan perintah allah kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sudah semestinya kita sebagai khalifah menjadikan Al-quran sebagai panduan hidup, mendekatkan diri pada maha benar Allah dengan segala firmannya yang tak pernah luput memberikan jawaban atas semua permasalahan manusia.
Bagaimana Anak HS Belajar?
Pendidikan rumah sebenarnya sudah kami terapkan sejak anak masih di dalam kandungan, dan kami yakin setiap keluarga pasti sudah menerapkan pendidikan yang sama kepada anak-anak mereka.
Pembelajaran dalam pendidikan rumah bisa dikelola sendiri oleh orang tua, bisa juga didelegasikan, karena bagaimanapun pasti ada area kebutuhan anak yang tidak bisa orang tua provide. Pola materi belajar yang diterapkan selama HS juga bisa beragam. Keputusan untuk menerapkan persentase pembelajaran akademis-non akademis bisa diputuskan sesuai value yang ingin dicapai anak, misal akademis 10%, non-akademis 90% bebas flexible sesuai dengan pencapaian anak.
Melepaskan diri dari model sekolah konvensional, bukan berarti tanpa tantangan. Pengalaman keluarga yang kami lalui selama 7 tahun terakhir yang membulatkan tekad kami. Proses Belajar sambil bermain yang kami terapkan selama ini dapat memperluas makna belajar dan memberi kesempatan anak belajar dari lingkungan sekitar. Anak belajar melalui kegiatan spontan maupun kegiatan yang terencana.
Kendala cuaca dan masalah kesehatan yang menjadi variabel yang tidak bisa kami kontrol sepenuhnya juga menjadi salah satu pertimbangan kami menjalankan HS. Ketika kondisi cuaca buruk dan anak berhalangan hadir di sekolah karena sakit dan harus isolasi hingga hampir 2 pekan lamanya menjadi pelajaran bagi kami bahwa sistem sekolah formal bisa menjadikan anak tertinggal banyak hal. Ketika kami punya kendali penuh maka kami bisa menyesuaikan antara kebutuhan belajar anak sesuai dengan situasi lingkungan dan fisik anak.
Menarasikan hasil percobaan sesuai kemampuan anak |
Memanfaatkan sumberdaya lingkungan sebagai bahan belajar |
Melalui kegiatan Project Based Learning yang disesuaikan dengan kebutuhan keluarga, kami bisa menghadirkan bahan ajar yang mampu menjawab kebutuhan kami yang sesungguhnya; misal dalam project menanam tanaman sayur anak bisa belajar agama, sains, seni hingga bahasa. Anak dapat pelajaran yang kontekstual selagi kami berusaha mandiri pangan untuk kebutuhan keluarga. Menekankan pada proses belajar bukan terpaku pada hasil.
Melalui perjalanan keluarga baik itu liburan atau sekedar pergi belanja bulanan, anak mendapatkan pembelajaran berbasis pengalaman (bukan hanya teori dan drill). Kualitas belajar = kualitas pengalaman yang dirasakan anak. Anak terlibat aktif dengan seluruh indra anak dan kami terbiasa melakukan refleksi atas pengalaman belajar yang anak lalui lewat obrolan-obrolan ringan kadang receh saat bersantai di rumah.
Progressive learning terbiasa kami terapkan di rumah melalui pembelajaran tematik. Materi belajar berbasis masalah dapat muncul setelah anak bertanya dan mendiskusikan masalah yang mereka temui di sekitar. Bahan ajar juga dapat disesuaikan berbasis keingintahuan (inquiry learning), kami sebagai orang tua bertugas mendampingi proses anak mencari jawaban atas keingintahuan mereka.
“Memang tidak ada kurikulum yang sempurna untuk setiap anak yang memiliki keunikan masing-masing. Kami memilih HS karena menyadari kekurangan kami dan kami berusaha menambal sulam kekurangan itu perlahan, lewat canda receh dan tawa anak-anak sehari-hari, menguatkan bounding kami dan melatih kecakapan hidup anak”
Masih banyak obrolan menarik saat kita membahas HS ya.. semoga nanti kami bisa sharing lengkap di kesempatan yang lebih baik. Terimakasih 🙂
Posting Komentar